In this research, the meaning of the legend of âGunung Tangkuban Parahuâ is analyzed. The problem in this research is to investigate how denotation, connotation, as well as myth in the legend of âGunung Tangkuban Parahuâ. The objective of this research is to know denotation meaning as signifier, connotation meaning as signifier, as well as myth in the legend of âGunung Tangkuban Parahuâ. Roland Barthesâs semiotics theory is used in this research which identified two orders of signification, the first order signification is the language aspect, and the second one is the mythical aspect. The method used in this research is qualitative research method. Based on the result, it is found the denotation of Gunung Tangkuban Parahuâ as a signifier, the connotation of Gunung Tangkuban Parahu as a signifier of forbidden love between mom and son, and the myth of Gunung Tangkuban Parahu which is formed from an upside down boat. Figures - uploaded by Ilham MunandarAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Ilham MunandarContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 1 Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Parahuâ Suatu Kajian Semiotik Ilham Munandar, Dian Indira Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran ilham19021 Abstract In this research, the meaning of the legend of âGunung Tangkuban Parahuâ is analyzed. The problem in this research is to investigate how denotation, connotation, as well as myth in the legend of âGunung Tangkuban Parahuâ. The objective of this research is to know denotation meaning as signifier, connotation meaning as signifier, as well as myth in the legend of âGunung Tangkuban Parahuâ. Roland Barthesâs semiotics theory is used in this research which identified two orders of signification, the first order signification is the language aspect, and the second one is the mythical aspect. The method used in this research is qualitative research method. Based on the result, it is found the denotation of Gunung Tangkuban Parahuâ as a signifier, the connotation of Gunung Tangkuban Parahu as a signifier of forbidden love between mom and son, and the myth of Gunung Tangkuban Parahu which is formed from an upside down boat. Keywords Semiotics; Roland Barthes; Gunung Tangkuban Parahu; myth. Intisari Dalam penelitian ini dikaji makna di balik legenda âGunung Tangkuban Parahuâ. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui makna denotasi yang menjadi penanda, makna konotasi yang menjadi penanda, serta mitos yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ. Teori semiotika model Roland Barthes digunakan dalam penelitian ini yang mengidentifikasi dua tahapan penandaan, tahapan pertama yaitu mengenai aspek bahasa denotasi dan konotasi, dan tahapan kedua mengenai aspek mitos. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan makna denotasi Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda, makna konotasi Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda cinta terlarang ibu dan anak, serta mitos Gunung Tangkuban Parahu yang terbentuk dari perahu yang terbalik. Kata kunci Semiotika; Roland Barthes; Gunung Tangkuban Parahu; mitos. Pendahuluan Sebuah cerita rakyat dalam suatu wilayah memiliki suatu makna yang menandakan sebuah fenomena yang terjadi di masa lampau dan menjadi warisan budaya bagi masyarakatnya. Menurut Sugono 2008 280 cerita rakyat mempunyai arti sebagai cerita yang terjadi pada zaman dahulu yang kemudian hidup di tengah masyarakat dan diwariskan secara lisan. Cerita rakyat hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan diwariskan kepada setiap NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 2 keturunannya dengan cara lisan dari satu generasi ke generasi yang lain agar tetap terjaga dan menjadi warisan kekayaan budaya mengenai asal-usul dari sebuah fenomena yang terjadi. Keberadaan cerita rakyat tersebut sudah terdengar akrab di kalangan masyarakat luas, karena di dalamnya terdapat pesan-pesan moral dan kearifan lokal suatu daerah yang dapat ditangkap dan dipelajari dalam melakukan suatu perbuatan. Tidak sedikit juga sebuah cerita rakyat memiliki mitos-mitos yang dipercaya oleh masyarakat daerahnya yang berkaitan dengan fenomena sejarah mengenai asal-usul terbentuknya suatu tempat, seperti dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ. Tidak sedikit masyarakat di Jawa Barat yang mengetahui legenda âGunung Tangkuban Parahuâ, karena diyakini cerita tersebut tidak hanya sebatas cerita rakyat, tetapi juga merupakan asal-usul terbentuknya dari Gunung Tangkuban Parahu. Legenda âGunung Tangkuban Parahuâ merupakan salah satu cerita rakyat yang hidup di masyarakat Jawa Barat. Cerita rakyat tersebut menceritakan tokoh yang bernama Sangkuriang yang mencintai ibu kandungnya sendiri bernama Dayang Sumbi, yang kemudian cerita tersebut dikaitkan dengan asal-usul keberadaan Gunung Tangkuban Parahu. Legenda yang mengandung mitos asal-usul berdirinya Gunung Tangkuban Parahu menarik untuk dikaji dari sisi linguistik dalam bidang kajian semiotik. Tokoh semiotik yang membedah masalah mitos adalah Roland Barthes 1915-1980. Barthes mengembangkan diadik dari Ferdinand de Saussure 1857-1913 bahwa tanda sign merupakan hubungan antara penanda signifier dan petanda signified. Barthes tidak hanya sebatas mengkaji masalah kebahasaan, tetapi juga dapat mengkaji hal-hal di luar kebahasaan dan menambahkan dua tahap penandaan dalam setiap menganalisis tanda. Tahap pertama berkaitan dengan makna denotasi dan konotasi, dan tahap kedua mitos. Seperti pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yelly 2019 berjudul âAnalisis Makhluk Superior Naga dalam Legenda Danau Kembar Kajian Semiotika Roland Barthes; Dua Pertandaan Jadi Mitosâ, dijelaskan mengenai makna denotasi naga sebagai penanda dan makna konotasi naga sebagai tanda, serta mitos dari sebuah danau yang berasal dari darah yang dikeluarkan oleh naga dalam legenda âDanau Kembarâ dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Teori semiotika Barthes ini tepat untuk digunakan sebagai acuan dalam menganalisis legenda âGunung Tangkuban Parahuâ, karena pendekatan semiotik Barthes secara khusus tertuju pada speech yang disebut mitos. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikaji tentang makna denotasi, konotasi, serta mitos yang terkandung dalam legenda âGunung Tangkuban NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 3 Parahuâ dengan menggunakan teori semiotika Barthes. Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna denotasi yang menjadi penanda, makna konotasi yang menjadi tanda, serta mitos yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ. Semiotika merupakan kajian yang membahas mengenai tanda. Saussure 2011 68 mengungkapkan bahwa semiotika atau semiologi merupakan ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan sosial yang mempunyai makna tertentu. Lebih lanjut, Brown dan Miller 2013 399 menjelaskan lebih spesifik bahwa tanda tersebut dapat mencakup kajian bahasa atau pun nonbahasa, misalnya pakaian adat, ekspresi wajah, gerak-isyarat tangan, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam kehidupan sosial sangat berkaitan erat dengan semiotika, karena masyarakat dalam kehidupan sosial menyampaikan tanda-tanda baik melalui tuturan atau pun isyarat gerakan untuk menandai sesuatu. Semiotika Barthes mengacu pada semiotika Saussure bahwa tanda terdiri dari penanda signifier dan petanda signified. Barthes 1972 111 mengembangkan hubungan antara penanda dan petanda ini menyangkut pada objek yang memiliki hal berbeda, dan karena inilah kenapa hal ini bukan satu persamaan equality tetapi merupakan satu kesetaraan equivalence. Dengan demikian, kedua istilah tersebut saling berkorelasi satu sama lain dalam menganalisis suatu tanda. Barthes 1986 9 menyatakan bahwa tujuan dari semiotika adalah meneliti sistem tanda apa saja, apapun hakikat dan batas mereka. Barthes menyajikan dua tahap penandaan dalam menganalisis sebuah tanda yaitu denotasi, dan konotasi. Tahap yang pertama merupakan tanda denotatif yang terdiri dari penanda dan petanda yang secara bersamaan juga merupakan penanda konotatif yang sudah termasuk pada tahap kedua dalam tahapan penandaan. Bagaimana makna denotasi menjadi konotasi, serta mitos sangat menarik untuk diteliti. Berger 2010 15 mengatakan bahwa makna denotasi melibatkan makna sebuah uraian yang harfiah dan terperinci, sebuah kata atau ukuran benda-benda. Sedangkan, makna konotasi melibatkan makna budaya dan mitos yang berkaitan dengan kata-kata dan hal-hal. Dengan kata lain, makna denotasi bersifat langsung yang terdapat dalam suatu tanda dari sebuah petanda, sedangkan makna konotasi akan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat. Mitos merupakan sistem komunikasi, sebuah pesan yang memungkinkan seseorang merasa bahwa mitos tidak dapat dianggap sebagai suatu objek, konsep, atau gagasan, melainkan sebuah cara penandaan. Segala sesuatu dapat menjadi mitos asalkan hal tersebut NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 4 disampaikan oleh sebuah wacana, karena mitos merupakan jenis ujaran. Namun, mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, melainkan oleh cara ia menyampaikan pesannya Barthes 1972 107. Barthes 1972 108 mengatakan bahwa âujaran yang dimaksud merupakan sebuah pesan yang dapat terdiri dari berbagai tulisan atau gambaran; tidak hanya wacana tertulis, tapi juga fotografi, film, laporan, olahraga, sepatu, atau publisitas. Mitos tidak dapat ditentukan oleh objek maupun materinya karena semua materi dapat bersifat manasuka dalam pemberian maknaâ. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah mitos Barthes memiliki makna yang berbeda dengan konsep mitos pada umumnya, yaitu memaparkan fakta dari sebuah tanda, bukan konsep mitos tradisional yang dikaitkan dengan dunia supranatural. Barthes 1972 113 mengungkapkan bahwa mitos merupakan sistem khusus yang dibentuk dari rantai semiologis yang sudah ada sebelumnya yakni sistem semiologis tataran kedua. Hal itu merupakan tanda dalam sistem pertama yang menjadi penanda belaka pada sistem kedua. Aspek lain dari penandaan yaitu âmitosâ menandai suatu fenomena yang hadir di masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tataran kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Diagram 1. Dua tahapan penandaan semiotika Barthes 1972 113 Bahasa/Denotasi Mitos/Konotasi Metode Penelitian Metode digunakan sebagai cara untuk menerapkan hasil analisis data Sudaryanto 2015. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Dengan metode ini, peneliti menguraikan analisis data-data yang ada mengenai makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ dengan menggunakan kata-kata. Penyediaan data dilakukan dengan menggunakan metode simak. Mahsun 2014 92 berpendapat bahwa metode simak merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan melakukan penyimakan NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 5 terhadap penggunaan bahasa. Penyimakan tersebut tidak hanya menyimak yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tapi juga dengan penggunaan bahasa secara tertulis. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari 2016 yang menyajikan cerita rakyat berjudul legenda âGunung Tangkuban Parahuâ. Dalam tahap penyediaan data, peneliti membaca dan menyimak seluruh penggunaan bahasa yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ, kemudian menentukan dan mencatat makna denotasi, makna konotasi, serta mitos. Dalam tahap penentuan makna tersebut, peneliti menggunakan teknik catat untuk mengumpulkan data dari hasil penyimakan dalam sumber data tersebut. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teori semiotika Barthes yang mengidentifikasi sebuah tanda dengan menggunakan dua tahapan penandaan. Dalam tahap analisis data, peneliti menguraikan makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ dengan menggunakan metode padan. Metode padan digunakan sebagai cara untuk membedah sebuah data dengan alat penentunya yang berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan Sudaryanto, 2015 15. Metode tersebut digunakan sebagai cara memecahkan masalah dengan menggambarkan suatu objek. Hasil dan Pembahasan Asal-usul Legenda âGunung Tangkuban Parahuâ Pada zaman dahulu diceritakan sebuah kisah seorang putri raja yang cantik jelita bernama Dayang Sumbi. Ia sangat terkenal di seluruh penjuru kerajaan dan diperebutkan oleh semua laki-laki. Namun, karena ucapan sumpahnya, Dayang Sumbi menikah dengan si Tumang yang merupakan jelmaan dewa berparas tampan dengan wujud anjing yang selalu menemaninya, kemudian mempunyai anak yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tangkas, dan pandai dalam memanah. Suatu hari Dayang Sumbi sangat ingin memakan hati rusa, kemudian menyuruh Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu ditemani oleh si Tumang. Di tengah pencarian, Sangkuriang menemukan babi hutan dan menyuruh si Tumang untuk mengejarnya. Namun, si Tumang tidak menuruti keinginan Sangkuriang, dia hanya duduk terdiam memandang Sangkuriang. Sangkuriang pun merasa kesal, dan tanpa disengaja ia melepaskan anak panah yang diarahkan ke si Tumang dan membunuhnya tanpa mengetahui bahwa si Tumang adalah ayah kandungnya. Kemudian Sangkuriang mengambil hati si Tumang dan memberikannya kepada Dayang Sumbi dengan perasaan takut akan dimarahi oleh ibunya ketika mengetahui bahwa hati yang diberikan NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 6 bukanlah hati rusa. Benar saja, setelah Dayang Sumbi mengetahui kebenaran bahwa hati yang diberikan oleh Sangkuriang adalah hati si Tumang, Dayang Sumbi sangat marah dan memukul kepala Sangkuriang dengan keras menggunakan centong nasi sehingga meninggalkan bekas luka yang besar. Karena Sangkuriang merasa sangat menyesal, ia pergi meninggalkan ibunya dan pergi berkelana. Di sisi lain, Dayang Sumbi merasa sangat menyesal telah melukai anak satu-satunya, kemudian ia bertapa untuk menenangkan pikirannya. Setelah sekian lama, akhirnya Sangkuriang dan Dayang Sumbi dipertemukan kembali. Bukan sebagai ibu dan anak melainkan sebagai sepasang kekasih, karena Sangkuriang telah tumbuh menjadi pria tampan yang gagah perkasa, dan Dayang Sumbi diberkahi dengan umur yang panjang dan awet muda. Mereka tidak menyadari satu sama lain bahwa mereka sebenarnya ibu dan anak. Namun, ketika Dayang Sumbi menyisirkan rambut Sangkuriang, ia melihat ada bekas luka yang besar di kepala Sangkuriang dan teringat kejadian saat ia memukul kepala anaknya. Dayang Sumbi menjelaskan bahwa Sangkuriang adalah anaknya, namun Sangkuriang tidak memperdulikannya dan tetap ingin menikahi Dayang Sumbi. Untuk menghindari hal itu terjadi, Dayang Sumbi meminta hal yang mustahil kepada Sangkuriang untuk membuatkan sebuah danau beserta perahunya dalam waktu satu malam, Sangkuriang pun menyanggupi permintaannya. Ia dibantu oleh para jin mulai membuat danau dengan membendung sungai Citarum dan membuat perahu dengan sangat cepat. Melihat hal itu, Dayang Sumbi menebarkan kain-kain di arah timur dan memohon kepada dewa agar Sangkuriang tidak berhasil menyelesaikan permintaannya. Kemudian kain-kain tersebut mengeluarkan cahaya kemerah-merahan di ufuk timur, membuat ayam berkokok dan membuat Sangkuriang mengira bahwa pagi akan tiba. Sangkuriang merasa usahanya gagal dan mulai mengamuk dengan menendang perahu yang dibuatnya sampai jatuh tertelungkup dan berubah menjadi Gunung Tangkuban Parahu. Setelah itu, Dayang Sumbi mendadak menghilang dan Sangkuriang terus mencarinya hingga ia pun menghilang bak ditelan bumi. Analisis Legenda âGunung Tangkuban Parahuâ Semiotika yang dikembangkan oleh Barthes mengacu pada dua tahapan penandaan, tahap pertama yaitu denotasi yang merupakan aspek bahasa itu sendiri, dan tahap kedua yaitu konotasi yang merupakan aspek mitos. Referensi denotasi lebih sering disebut sebagai sistem penandaan tataran pertama first order of signification, sedangkan untuk konotasi disebut NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 7 sebagai sistem penanda tataran kedua second order of signification. Berikut ini merupakan analisis legenda âGunung Tangkuban Parahuâ dengan menggunakan teori semiotik model Roland Barthes mengenai dua tahapan penandaan. Penanda Legenda âGunung Tangkuban Parahuâ Petanda Gunung yang berbentuk perahu terbalik Kisah cinta terlarang ibu dan anak antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi Bentuk kekesalan dan kemarahan Sangkuriang terhadap kegagalan yang dialami karena tidak mampu menyelesaikan permintaan Dayang Sumbi orang yang ingin dinikahinya sekaligus ibu kandungnya untuk membuat danau dan perahu dalam waktu satu malam Perahu yang jatuh terbalik berubah menjadi Gunung Denotasi Sebuah tanda dari suatu petanda memiliki makna denotasi yang bersifat langsung dan eksplisit. Seperti pada legenda âGunung Tangkuban Parahuâ yang merujuk pada peristiwa asal-usul terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu di daerah Jawa Barat, tepatnya di kawasan Cikole Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Gunung tersebut memiliki ketinggian ± Mdpl menjadi salah satu destinasi tempat wisata yang terkenal. Gunung Tangkuban Perahu memiliki daya tarik bagi wisatawan, selain gunung tersebut termasuk ke dalam salah satu gunung berapi yang masih aktif dan memiliki beberapa kawah yang bisa dilihat dari dekat, sejuknya udara pegunungan serta letaknya tidak begitu jauh dari Kota Bandung, turut mendukung untuk menjadikan Gunung Tangkuban Parahu sebagai destinasi wisata yang diminati. NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 8 Gambar 1. Gunung Tangkuban Parahu sumber Dari nama gunung itu sendiri telah menyiratkan makna denotasi yaitu gunung berbentuk perahu yang terbalik, karena bila dilihat dari kejauhan memang terlihat serupa dengan perahu besar dalam posisi terbalik. Mengingat gunung tersebut terletak di daerah tempat masyarakat Sunda berada, maka penamaan gunung tersebut diambil dari bahasa Sunda. Istilah gunung di dalam Bahasa Indonesia memiliki makna yang sama dengan gunung di dalam bahasa Sunda. Tangkuban Parahu terdiri atas dua kata yang berasal dari bahasa Sunda, yaitu Tangkuban dan parahu. Kata tangkuban berasal dari kata dasar tangkub âtelungkupâ merupakan kata yang biasanya digunakan untuk barang yang tergeletak dimana posisi yang biasanya berada di atas menjadi di bawah Satjadibrata, 1954 400. Kata tangkub ini ditambahkan dengan akhiran sufiks -an sebagai pembentuk nomina menjadi tangkuban. Kemudian kata parahu mempunyai arti âperahuâ, dalam KBBI V Daring perahuâ merupakan sebuah kendaraan air yang lancip pada kedua ujungnya dan lebar di tengahnya 2016. Konotasi Makna konotasi dari GunungTangkuban Parahu sebagai penanda cinta terlarang antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi sebagai ibu dan anak. Sangkuriang yang telah lama terpisah dari ibunya, Dayang Sumbi, terkesima melihat kecantikannya. Sebagai ibu yang melahirkan Sangkuriang, Dayang Sumbi tetap dapat mengenali anaknya dan tidak bisa menerima pinangan dari Sangkuriang. Penjelasan Dayang Sumbi tidak ia percayai dan tetap bersikeras ingin memperistri Dayang Sumbi. Kemudian Dayang Sumbi mensyaratkan satu permintaan kepada Sangkuriang untuk dilakukan jika ingin menikahinya yaitu membuat danau lengkap dengan perahunya hanya dalam waktu satu malam. Karena Sangkuriang sangat mencintai dan NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 9 ingin menikahi Dayang Sumbi akhirnya dia menyanggupi dan mengerjakannya dengan bantuan dari para jin. Namun, Dayang Sumbi tidak ingin pekerjaan yang dilakukan oleh Sangkuriang itu selesai, maka Dayang Sumbi menggagalkan usaha yang dilakukan Sangkuriang dengan menebarkan kain-kain hasil tenunannya di arah timur. Atas bantuan dewa, kain-kain tersebut mengeluarkan cahaya kemerahan dan membuat ayam-ayam jantan bangun dan berkokok seakan pagi sudah tiba, dan membuat para jin yang membantu Sangkuriang kabur ke dalam tanah dan meninggalkannya dengan pekerjaan membuat danau dan perahu. Sangkuriang merasa kesal dan marah karena gagal menyelesaikan permintaan Dayang Sumbi, kemudian menghancurkan bendungan yang hampir jadi membentuk sebuah danau, dan menendang perahu yang dibuatnya dengan sangat kencang hingga jatuh dengan posisi terbalik. Setelah itu , Dayang Sumbi melarikan diri dan menghilang, Sangkuriang yang mencarinya pun ikut menghilang tanpa jejak. Mitos Mitos dalam semiotika Barthes merupakan pengembangan dari konotasi yang sudah lama terbentuk dan menjadi suatu pandangan masyarakat. Mitos yang terdapat dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ adalah perahu yang ditendang oleh Sangkuriang kemudian terjatuh dalam posisi terbalik berubah menjadi gunung yang saat ini dikenal dengan Gunung Tangkuban Parahu. Gunung ini mempunyai bentuk seperti perahu dengan posisi yang terbalik apabila dilihat dari arah selatan. Namun, ketika dilihat dari arah yang lain seperti arah timur atau utara, bentuk gunung tersebut tidak menyerupai perahu yang terbalik, melainkan seperti gunung biasa pada umumnya. Masyarakat yang berada di daerah sekitar Gunung Tangkuban Parahu meyakini bahwa cerita dari legenda âGunung Tangkuban Parahuâ itu diciptakan oleh orang yang tinggal di daerah selatan, karena hanya dari arah selatan bentuk gunung tersebut terlihat seperti perahu yang terbalik. Simpulan Berdasarkan hasil analisis di atas, ditemukan makna denotasi, makna konotasi, dan mitos dalam legenda âGunung Tangkuban Parahuâ dengan menggunakan teori semiotik model Roland Barthes. Makna denotasi yang ditemukan adalah Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda yang merujuk pada salah satu nama gunung yang ada di daerah Jawa Barat. Makna konotasi yang ditemukan adalah Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda cinta terlarang NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda âGunung Tangkuban Perahuâ Suatu Kajian Semiotik 10 antara ibu dan anak, dan bentuk dari kekesalan dan kemarahan Sangkuriang karena gagal memenuhi syarat untuk bisa menikahi Dayang Sumbi. Kemudian, mitos yang terdapat pada Legenda Gunung Tangkuban Parahu adalah asal muasal terbentuknya gunung berbentuk perahu yang terbalik bahasa Sunda tangkub terbalikâ yang dipercayai merupakan perahu yang ditendang oleh Sangkuriang yang dirasuki kemarahan karena gagal membuat perahu tepat waktu hingga terlempar jauh dan jatuh dengan posisi terbalik. Kemudian, perahu tersebut berubah menjadi gunung yang dinamakan Gunung Tangkuban Parahu. Penyebab dinamakan Gunung Tangkuban Parahu karena bentuk gunung tersebut menyerupai bentuk perahu yang terbalik ketika dilihat dari arah selatan. Daftar Pustaka Barthes, R. 1986. Elements of Semiology. Translated by Annette Lavers and Colin Smith. New York Hill and Wang. Barthes, R. 1972. Mythologies. Translated by Annette Lavers. New York The Noonday Press. Berger, A. A. 2010. The Objects of Affection Semiotics and Consumer Culture. New York Palgrave Macmillan. Brown, K., & Miller, J. 2013. The Cambridge Dictionary of Linguistics. New York Cambridge University Press. 2016. Cerita Sangkuriang dan Asal-usul Gunung Tangkuban Perahu. Dipetik Oktober 11, 2020, dari Kemdikbud. 2016. KBBI V Daring. Dipetik Desember 10, 2020, dari Mahsun. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta Rajawali Pers. Satjadibrata, R. 1954. Kamus Basa Sunda. Djakarta Perpustakaan Perguruan Kementerian P. P. dan K. Saussure, F. d. 2011. Course in General Linguistics. Translated by Wade Baskin. New York Columbia University Press. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta Sanata Dharma University Press. Sugono, D. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Pusat Bahasa. Yelly, P. 2019. Analisis Makhluk Superior naga dalam Legenda Danau Kembar KajianSemiotika Roland Barthes; Dua Pertandaan Jadi Mitos. Jurnal Serunai Bahasa Indonesia , 162, 121-125. ... Vulkan Tangkubanparahu memiliki bentuk seperti perahu yang terbalik yang dalam legenda diceritakan sebagai perahu yang ditendang oleh Sangkuriang hingga terbalik. Keterkaitan antara toponim dengan legenda ini telah terkonfirmasi melalui studi semiotika yang mengungkap makna denotatif dan konotatif dari nama Tangkubanparahu Munandar dan Indira, 2021. ...Keith BrownJim MillerThe Cambridge Dictionary of Linguistics provides concise and clear definitions of all the terms any undergraduate or graduate student is likely to encounter in the study of linguistics and English language or in other degrees involving linguistics, such as modern languages, media studies and translation. lt covers the key areas of syntax, morphology, phonology, phonetics, semantics and pragmatics but also contains terms from discourse analysis, stylistics, historical linguistics, sociolinguistics, psycholinguistics, computational linguistics and corpus linguistics. It provides entries for 246 languages, including 'major' languages and languages regularly mentioned in research papers and textbooks. Features include cross-referencing between entries and extended entries on some terms. Where appropriate, entries contain illustrative examples from English and other languages and many provide etymologies bringing out the metaphors lying behind the technical terms. Also available is an electronic version of the dictionary which includes 'clickable' of Semiology. Translated by Annette Lavers and Colin SmithR BarthesBarthes, R. 1986. Elements of Semiology. Translated by Annette Lavers and Colin Smith. New York Hill and Translated by Annette LaversR BarthesBarthes, R. 1972. Mythologies. Translated by Annette Lavers. New York The Noonday Sangkuriang dan Asal-usul Gunung Tangkuban Perahu. Dipetik Oktober 11, 2020, dari HistoriId 2016. Cerita Sangkuriang dan Asal-usul Gunung Tangkuban Perahu. Dipetik Oktober 11, 2020, dari 2014. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta Rajawali in General Linguistics. Translated by Wade BaskinF D SaussureSaussure, F. d. 2011. Course in General Linguistics. Translated by Wade Baskin. New York Columbia University SugonoSugono, D. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Pusat Makhluk Superior naga dalam Legenda Danau KembarP YellyYelly, P. 2019. Analisis Makhluk Superior naga dalam Legenda Danau Kembar KajianSemiotika Roland Barthes;
LegendaBahasa Jawa Tangkuban Perahu Oleh Diposting pada 18/02/2021. 19022021 CERITA RAKYAT BAHASA INGGRIS TANGKUBAN PERAHU. 03092020 Legenda Tangkuban Perahu dalam Bahasa Inggris dan Artinya. Tangkuban Perahu Google Search Perahu Legenda Tempat. One day as common Sangkuriang go to backwoods for chasing.
86% found this document useful 14 votes16K views2 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?86% found this document useful 14 votes16K views2 pagesCerita Rakyat Tangkuban Perahu Bahasa JawaJump to Page You are on page 1of 2 CERITA RAKYAT TANGKUBAN PERAHU BAHASA JAWA Ing jaman dhikik, neng Jawa Barat urip putri raja sing nduwe jeneng Dayang nduweni anak lanang sing nduwe jeneng Sangkuriang. Anak kesebut seneng bangetgolek kewan neng ngalas. Saben berburu, dheweke sanuli dikancani kirik ingonane singnduwe jeneng Tumang. Tumang sabenere yaiku titisan dewa, lan bapakne Sangkuriang,nanging Sangkuriang ora ngerti babagan kuwi mergo ibune sengaja ndelike kasunyatan dina, kaya biasane Sangkuriang lunga menyang ngalas kanggo manahkewan. Sakwise neng alas, Sangkuriang anyak nggoleki kewan buruan. Dheweke ndeleng anamanuk sing lagi mencok ana pang, nuli tanpa mikir dawa Sangkuriang banjur manah manuk kui kanthi pener. Sangkuriang nuli ngongkon Tumang kanggo ngoyak manuk sing tibo mergokepanah mau, nangning Tumang meneng wae lan ora gelem nglakoni apa sing dadikongkonane Sangkuriang. Amarga mangkel banget, mula Sangkuriang nuli ngusir Tumanglan ora ngolehke mulih menyang ngomah bareng tekan ngomah, Sangkuriang nyeritoke kedaden kesebut marang ibune.îrungu cerito saka anake, Dayang Sumbi banjur nesu. Dheweke njupuk enthong, landigebugake menyang sirahe Sangkuriang. Amarga rumangsa kuciwa karo ibune, mulaSangkuriang mlayu lunga saka ngomah, lan ora bali. Sakwise kedaden kuwi, Dayang Sumbi getun banget. Dheweke ndedonga saben dina,lan njaluk ben sawiji dina mengko bisa ketemu karo anake maneh. Amarga donga sakaDayang Sumbi kesebut, mula Dewa menehine siji bebungah ngrupa kayon lestari lan umur enom pirang!pirang taun kapungkur Sangkuriang lungo, akhire dheweke nduwe pangarah kanggo mulih menyang desane. Sangantine neng kana, dheweke kaget banget,amarga desa ne wis ngowah total. "asa seneng Sangkuriang kesebut nambah pas wektu nengtengah dalan ketemu karo sawong wedok sing ayu banget, sing ora liya yaiku Dayang puluhan taun ora ketemu Dayang Sumbi mula dheweke pangling ugo ra ngerteni yenkui ibune. Singkat cerita mula Sangkuriang banjur nglamar Dayang Sumbi supaya dadi lamaran Sangkuriang katampa saka Dayang Sumbi, lan sepakat arep rabi neng wayahcedhak. Suwujining dina, Sangkuriang njaluk ijin calon bojone kanggo berburu neng mangkat, dheweke njaluk Dayang Sumbi kanggo ngencengke ikete. îaget DayangSumbi, amarga nang wektu dheweke ngencengke iketan Sangkuriang, dheweke ndeleng ana bekas tatu. Bekas tatu kesebut mirip karo bekas tatu anake. Sakwise pitakon marangSangkuriang babagan penyebab tatune kuwi, Dayang Sumbi nambah kaget, jebulna bener menawa calon bojone kesebut yaiku anake Sumbi bingung kudu kepiye, amarga dheweke ora bakal rabi karo anakedhewe. Sakwise Sangkuriang mulih berburu, Dayang Sumbi nyoba ngomong marangSangkuriang, supaya Sangkuriang murungna niate ngrabeni Dayang Sumbi. anging panjaluk Dayang Sumbi kesebut ora disetujoni Sangkuriang lan ora percoyo yen calon bojonekuwi saktemene ibune dina Dayang Sumbi mikir kepriye carane supaya mantenan kui ora sidokedadean. Sakwise mikir, akhire Dayang Sumbi nemu cara paling becik. Dheweke ngajokakerong $%& syarat marang Sangkuriang. 'en Sangkuriang bisa ngebaki % syarat kesebut, mula Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
BandungIndonesia With A View Of Tangkuban Perahu We Lived Here 5 Years Indonesia Kota Bandung Kota Dongeng Cerita Anak Legenda Keong Mas Painting Watercolor Art
Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu terkenal akan legenda Tangkuban Perahu dalam bahasa inggris. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini legenda Tangkuban Perahu dalam bahasa upon a time in west Java, Indonesia lived a wise king who had a beautiful daughter. Her name was Dayang Sumbi. She liked weaving very much. Once she was weaving a cloth when one of her tool fell to the ground. She was very tired at the time so she was too lazy to take it. Then she just shouted outloud.Anybody there? Bring me my tool. I will give you special present. If you are female, I will consider you as my sister. If you are male, I will marry youSuddenly a male dog, its name was Tumang, came. He brought her the falling tool. Dayang Sumbi was very surprised. She regretted her words but she could not deny it. So she had to marry Tumang and leave her father. Then they lived in a small village. Several months later they had a son. His name was Sangkuriang. He was a handsome and healthy liked hunting very much. He often went hunting to the wood using his arrow. When he went hunting Tumang always with him. In the past there were many deer in Java so Sangkuriang often hunted for day Dayang Sumbi wanted to have deerâs heart so she asked Sangkuriang to hunt for a deer. Then Sangkuriang went to the wood with his arrow and his faithful dog Tumang. But after several days in the wood Sangkuriang could not find any deer. They were all disappeared. Sangkuriang was exhausted and desperate. He did not want to disappoint her mother so he killed Tumang. He did not know that Tumang was his father. At home he gave Tumangâs heart to her Dayang Sumbi knew that it was Tumangâs heart. She was so angry that she could not control her emotion. She hit Sangkuriang at his head. Sangkuriang was wounded. There was a scar in his head. She also repelled her son. Sangkuriang left her mother in years passed and Sangkuriang became a strong young man. He wandered everywhere. One day he arrived at his own village but he did not realized it. There he met Dayang Sumbi. At the time Dayang Sumbi was given an eternal beauty by God so she stayed young forever. Both of them did not know each other. So they fell in love and then they decided to then Dayang Sumbi recognized a scar on his Sangkuriangâs head. She knew that Sangkuriang was his son. It was impossible for them to marry. She told him but he did not believe her. He wished that they marry soon. So Dayang Sumbi gave a very difficult condition. She wanted Sangkuriang to build a lake and a boat in one night! She said she needed that for agreed. With the help of genie and spirits Sangkuriang tried to build them. By midnight he had finished the lake by building a dam in Citarum river. Then he started building the boat. It was almost dawn when he nearly finished it. Meanwhile Dayang Sumbi kept watching on them. She was very worried when she knew this. So she made lights in the east. Then the spirits thought that it was already dawn. It was time for them to leave. They left Sangkuriang alone. Without their help he could not finish the was very angry. He kicked the boat. Then the boat turned out to be Mount Tangkuban Perahu. It means boat upside down. From a distant it looks like a boat upside Legenda Tangkuban Perahu Dalam Bahasa InggrisHikmah yang dapat dipetik dari legenda Tangkuban Perahu dalam bahasa inggris ialah jangan pernah merusak kepercayaan yang diberikan, apalagi dengan cara membunuh kawan setia yang terus menemani untuk dikorbankan demi kepentingan pribadi. Sangkuriang merupakan contoh yang tidak patut ditiru, sifatnya yang tega, mendapatkan balasan murka ibunya. Pesan yang dpat disampaikan dari legenda Tangkuban Perahu dalam bahasa inggris ini ialah senangkan lah orang tua anda dengan cara yang baik dan tidak bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku.
Sangkuriang(bahasa Sunda: áźáźáźáź„áźáź€áźáź) adalah cerita rakyat serta legenda masyarakat Sunda. Legenda tersebut berkisah tentang terciptanya danau Bandung, Gunung
LegendaBahasa Jawa Tangkuban Perahu - Beinyu.com. Cerita Rakyat Jawa Barat: Sangkuriang dan Tangkuban Perahu - Portal Jember. Cerita Singkat Legenda Tangkuban Perahu. 10+ Kumpulan Cerita Rakyat Bahasa Jawa: Lengkap. ASAL MULA GUNUNG TANGKUBAN PERAHU Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. D.
Menurutlegenda, gunung tangkuban perahu adalah perahu raksasa yang diciptakan oleh sangkuriang agar bisa menikahi dayang sumbi. Cerita rakyat sangkuriang melatarbelakangi adanya gunung tangkuban parahu di jawa barat. Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di jawa barat bernama dayang. Legenda atau cerita rakyat dari gunung ini .
w9vJlEI. 400 190 78 222 86 226 472 39 429
legenda bahasa jawa tangkuban perahu